PENGERTIANLAH
YANG SATUKAN
Yah
memang benar, hari ini adalah hari dimana seluruh siswa SMP Negeri 1 Ajibarang
ditentukan masa depannya di sekolah ini sebelum memulai tahun ajaran baru.
Siswa akan ditentukan kelasnya untuk satu tahun kedepan dengan acak. Seluruh
siswa menanti detik-detik penentuan dengan segenggam harapan dan rasa cemas.
Tak terkecuali aku, siswa dari kelas VII B yang berharap sekelas dengan
teman-teman alumni VII B.
Sebenernya sih, aku ingin sekali
duduk di kelas yang bersih, penyinaran yang cukup, ventilasi yang memadai untuk
menunjang prestasi. Selain itu sekelas dengan temen-temen yang cerdas, gaul,
dan baik tentunya.
Kutatap papan pengumuman, ternyata Dewi
Fortuna tak memihak kepadaku, aku ditetapkan di kelas yang berbanding terbalik
dengan keinginanku. Aku ditakdirkan duduk di kelas paling pojok. Selain itu
kelas ini cukup gelap dan ventilasi kurang yang membuat kelas ini agak panas.
“ Ya Tuhan, kenapa kau tak mendengar
doaku?”, keluhku dalam hati.
Tak beberapa menit bel masuk
berbunyi, menandakan kegiatan yang akan segera dilaksanakan. Sebelum wali kelas
masuk, aku mulai menyadari bahwa kelas ini tak begitu buruk. Keramiknya masih
utuh, cat tembok yang masih cerah, papan tulis yang masih kinclong.
“ Tak apalah, aku tahu Tuhan selalu
memberikan yang terbaik di hidupku.”
Seminggu kemudian, tepatnya hari
pertama masuk sekolah, wali kelasku meminta agar kami menentukan teman yang
akan menjadi ketua kelas. Aku sempet deg-degan sih, mbok aku yang ditunjuk teman ku. Buat ngilangin rasa deg-degan ku,
jurus ampuhku ialah menunjuk teman lain. Cara ini memang masih tradisiku. Aku
tahu ini tak baik, tapi apa mau buat.
Setelah terpilih 3 kandidat pemimpin
kelas, wali kelasku menyuruh kami menutup mata untuk pemungutan suara. Siswa
yang akan memberikan suara harap mengangkat tangannya. Saat itulah
bersebararlah bau-bauan bagai parfum import. Bukan karena harumnya, tapi karena
bau yang menyengat dan tahan lama.
Terpilihlah Fira sebagai ketua
kelas, dan Putra sebagai wakil ketua kelas. Sementara itu, aku terpilih sebagai
sekbid olahraga.
*****
Seperti
biasa, hari ini diadakan upacara bendera. Bel berbunyi memanggil siswa SMPN 1
Ajibarang berbaris rapi bagai pasukan berani mati yang hendak bertempur membela
bangsanya.
Upacara semula berjalan dengan
lancer. Tetapi saat pengibaran bendera dan pembacaan pembukaan UUD 1945,
deretan siswa kelas VIII C sangat berisik. Siswa di belakangku bercerita dan
suaranya tredengar sampai pembina upacara. Aku coba melerai, tapi mereka tak
mendengar.
“ Hei, jangan berisik dong! Suara
kalian terdengar sampai pembina lho…”, bisikku
“ Udah santai aja. Kepala sekolah
nggak denger kok.”, sahut Niko
“ Kata siapa. Suara kalian kaya
tukang sales yang lagi nawarin barang tau…”,
“ Hehehehe…….Santai aja bro……”,
“ Ya udah terserah.”
Saat amanat pembina upacara, pembina
mengungkapkan kekecewaannya kepada kami karena kebisingan kami saat upacara.
Yah kata hatiku benar. Aku menatap wajah teman yang ada dibelakangku. Niko
memandangku dengan senyum malu.
Parahnya setelah upacara kami
disuruh berjemur. Aku kesal karena aku tidak berisik saat upacara berlangsung.
“ Saya tahu kamu tidak berisik saat
upacara. Tapi kalian teman sekelas, senang bareng, susah bareng.”, ujar guru
kesiswaanku.
“ Memang benar sih kata pak guru.”,
bisikku dalam hati.
Anak putri berperasaan sama seperti
aku. Mereka merasa tak bersalah saat dihukum. Semenjak itu anak putra dan anak
putri mulai tak akur.
*****
Setelah liburan selesai, Fira berkata
bahwa ia akan segera pindah Sabtu depan. Kebetulan Sabtu depan kita akan
mengecat ulang tembok kelas kami. Kami sedih mendengar hal itu.
Saat itulah momentum yang tepat
untuk menyatukan kembali anak putra dan
anak putri. Kami sangat senang mendengar hal itu. Fira membagi tugas setiap
siswa. Ada yang di suruh mengecat, mengepel, membersihkan kaca, membersihkan
meja, dll.
Acara itu merupakann ajang
menyatukkan kekompakan sekaligus perpisahan Fira sebagai ketua kelas. Kami
sangat sedih mendengar hal itu. Namun kami bahagia karena kami menjadi kompak
lagi.
Sepeninggal Fira, Si Ketua kelas,
Putra yang menjabat sebagai wakil ketua kelas otomatis naik jabatan menjadi
ketua kelas.
Hari lepas hari sepeninggal Fira,
anak putri mulai tidak betah Putra sebagai ketua kelas. Mereka sepertinya risih
melihat Putra sebagai ketua kelas dan mengajukan pemilihan ketua kelas lagi
kepada wali kelas. Namun wali kelas kami tidak setuju. Anak putra pun langsung
mentertawakan tentang hal itu. Memang jika ketua kelas pindah, maka
ketentuannya yang menggantikan kedudukan ketua kelas adalah wakil ketua kelas.
Kami tertawa lepas seperti telah melihat acara komedi.
Semenjak itu mereka sangat kesal
kepada kami dan mulai enggan berinteraksi dengan kami. Kami menganggap hal itu
sebagai hiburan semata, namun mereka tidak menerima hal itu. Mereka selalu
melampiaskannya kepada Putra. Tetapi ia selalu sabar menghadapinya. Aku
dibuatnya salut karena hal itu.
Hingga tibalah puncak kesabaran
Putra dan membanting mejanya.
“ Sebenernya aku salah apa sih?
Kalian selalu menyalahkanku?”, bentaknya
“ Kamu jadi ketua kelas nggak tegas
tau!”, sahut Lia
“ Tapi aku sudah berusaha
semampuku.”, jawab Putra yang membuat mereka terdiam. Kami mencoba menenangkan
Putra. Suasana kelas semakin memanas.
Suatu hari, Okto menjaili Nurul yang
membuat Nurul kesal dan melontarkan kata-kata yang menyakiti hati kami. Kami
mencoba membalasnya dengan berbagai cara.
Hingga suatu saat, Dani membalas
dendam kepada Lia dengan melontarkan kata yang menyakiti hati Lia. Lia sangat
marah, ia siap membalasnya dengan berkelahi bagai atlet tinju. Namun Dani masih
sadar dan mengerti lawan yang dihadapinya seorang wanita. Ia memilih mengalah
dan meminta maaf.
Perdebatan mulai memuncak pada saat
classmeeting. Acara yang bertujuan menyatukan kelas kami malah membuat kami
semakin tidak akur. Hal ini karena anak putri menunjuk Lana supaya mengikuti
kegiatan desai grafis. Namun Alif menolaknya. Tetapi mereka tetap berusaha
membujiknya. Tapi bukannya Alif terbujuk, tetapi Alif semakin marah dan
melampiaskannya dengan memukul papan tulis hingga retak.
Kami mencoba menenangkan Alif dan
membujuknya agar meminta maaf atas perbuatannya. Awalnya dia tak mau, tetapi
lama kelamaan dia mau.
Suasana
semakin mendingin. Dan kami mengusulkan agar mengakhiri perdebatan ini dengan
berlibur ke pantai. Mereka setuju.
Di
sana kami saling mengakui kesalahan masing-masing dan saling memaafkan.
Akhirnya karena liburan ini kami menjadi akrab dan bersatu kembali.
SELESAI
*****
*****
0 komentar:
Posting Komentar