Pages

Kamis, 14 November 2013

CERPEN PENGERTIANLAH YANG SATUKAN


PENGERTIANLAH YANG SATUKAN
            Yah memang benar, hari ini adalah hari dimana seluruh siswa SMP Negeri 1 Ajibarang ditentukan masa depannya di sekolah ini sebelum memulai tahun ajaran baru. Siswa akan ditentukan kelasnya untuk satu tahun kedepan dengan acak. Seluruh siswa menanti detik-detik penentuan dengan segenggam harapan dan rasa cemas. Tak terkecuali aku, siswa dari kelas VII B yang berharap sekelas dengan teman-teman alumni VII B.
            Sebenernya sih, aku ingin sekali duduk di kelas yang bersih, penyinaran yang cukup, ventilasi yang memadai untuk menunjang prestasi. Selain itu sekelas dengan temen-temen yang cerdas, gaul, dan baik tentunya.
            Kutatap papan pengumuman, ternyata Dewi Fortuna tak memihak kepadaku, aku ditetapkan di kelas yang berbanding terbalik dengan keinginanku. Aku ditakdirkan duduk di kelas paling pojok. Selain itu kelas ini cukup gelap dan ventilasi kurang yang membuat kelas ini agak panas.
            “ Ya Tuhan, kenapa kau tak mendengar doaku?”, keluhku dalam hati.
            Tak beberapa menit bel masuk berbunyi, menandakan kegiatan yang akan segera dilaksanakan. Sebelum wali kelas masuk, aku mulai menyadari bahwa kelas ini tak begitu buruk. Keramiknya masih utuh, cat tembok yang masih cerah, papan tulis yang masih kinclong.
            “ Tak apalah, aku tahu Tuhan selalu memberikan yang terbaik di hidupku.”
            Seminggu kemudian, tepatnya hari pertama masuk sekolah, wali kelasku meminta agar kami menentukan teman yang akan menjadi ketua kelas. Aku sempet deg-degan sih, mbok aku yang ditunjuk teman ku. Buat ngilangin rasa deg-degan ku, jurus ampuhku ialah menunjuk teman lain. Cara ini memang masih tradisiku. Aku tahu ini tak baik, tapi apa mau buat.
            Setelah terpilih 3 kandidat pemimpin kelas, wali kelasku menyuruh kami menutup mata untuk pemungutan suara. Siswa yang akan memberikan suara harap mengangkat tangannya. Saat itulah bersebararlah bau-bauan bagai parfum import. Bukan karena harumnya, tapi karena bau yang menyengat dan tahan lama.
            Terpilihlah Fira sebagai ketua kelas, dan Putra sebagai wakil ketua kelas. Sementara itu, aku terpilih sebagai sekbid olahraga.
*****
Seperti biasa, hari ini diadakan upacara bendera. Bel berbunyi memanggil siswa SMPN 1 Ajibarang berbaris rapi bagai pasukan berani mati yang hendak bertempur membela bangsanya.
            Upacara semula berjalan dengan lancer. Tetapi saat pengibaran bendera dan pembacaan pembukaan UUD 1945, deretan siswa kelas VIII C sangat berisik. Siswa di belakangku bercerita dan suaranya tredengar sampai pembina upacara. Aku coba melerai, tapi mereka tak mendengar.
            “ Hei, jangan berisik dong! Suara kalian terdengar sampai pembina lho…”, bisikku
            “ Udah santai aja. Kepala sekolah nggak denger kok.”, sahut Niko
            “ Kata siapa. Suara kalian kaya tukang sales yang lagi nawarin barang tau…”,
            “ Hehehehe…….Santai aja bro……”,
            “ Ya udah terserah.”
            Saat amanat pembina upacara, pembina mengungkapkan kekecewaannya kepada kami karena kebisingan kami saat upacara. Yah kata hatiku benar. Aku menatap wajah teman yang ada dibelakangku. Niko memandangku dengan senyum malu.
            Parahnya setelah upacara kami disuruh berjemur. Aku kesal karena aku tidak berisik saat upacara berlangsung.
            “ Saya tahu kamu tidak berisik saat upacara. Tapi kalian teman sekelas, senang bareng, susah bareng.”, ujar guru kesiswaanku.
            “ Memang benar sih kata pak guru.”, bisikku dalam hati.
            Anak putri berperasaan sama seperti aku. Mereka merasa tak bersalah saat dihukum. Semenjak itu anak putra dan anak putri mulai tak akur.
*****
            Setelah liburan selesai, Fira berkata bahwa ia akan segera pindah Sabtu depan. Kebetulan Sabtu depan kita akan mengecat ulang tembok kelas kami. Kami sedih mendengar hal itu.
            Saat itulah momentum yang tepat untuk menyatukan  kembali anak putra dan anak putri. Kami sangat senang mendengar hal itu. Fira membagi tugas setiap siswa. Ada yang di suruh mengecat, mengepel, membersihkan kaca, membersihkan meja, dll.
            Acara itu merupakann ajang menyatukkan kekompakan sekaligus perpisahan Fira sebagai ketua kelas. Kami sangat sedih mendengar hal itu. Namun kami bahagia karena kami menjadi kompak lagi.
            Sepeninggal Fira, Si Ketua kelas, Putra yang menjabat sebagai wakil ketua kelas otomatis naik jabatan menjadi ketua kelas.
            Hari lepas hari sepeninggal Fira, anak putri mulai tidak betah Putra sebagai ketua kelas. Mereka sepertinya risih melihat Putra sebagai ketua kelas dan mengajukan pemilihan ketua kelas lagi kepada wali kelas. Namun wali kelas kami tidak setuju. Anak putra pun langsung mentertawakan tentang hal itu. Memang jika ketua kelas pindah, maka ketentuannya yang menggantikan kedudukan ketua kelas adalah wakil ketua kelas. Kami tertawa lepas seperti telah melihat acara komedi.
            Semenjak itu mereka sangat kesal kepada kami dan mulai enggan berinteraksi dengan kami. Kami menganggap hal itu sebagai hiburan semata, namun mereka tidak menerima hal itu. Mereka selalu melampiaskannya kepada Putra. Tetapi ia selalu sabar menghadapinya. Aku dibuatnya salut karena hal itu.
            Hingga tibalah puncak kesabaran Putra dan membanting mejanya.
            “ Sebenernya aku salah apa sih? Kalian selalu menyalahkanku?”, bentaknya
            “ Kamu jadi ketua kelas nggak tegas tau!”, sahut Lia
            “ Tapi aku sudah berusaha semampuku.”, jawab Putra yang membuat mereka terdiam. Kami mencoba menenangkan Putra. Suasana kelas semakin memanas.
            Suatu hari, Okto menjaili Nurul yang membuat Nurul kesal dan melontarkan kata-kata yang menyakiti hati kami. Kami mencoba membalasnya dengan berbagai cara.
            Hingga suatu saat, Dani membalas dendam kepada Lia dengan melontarkan kata yang menyakiti hati Lia. Lia sangat marah, ia siap membalasnya dengan berkelahi bagai atlet tinju. Namun Dani masih sadar dan mengerti lawan yang dihadapinya seorang wanita. Ia memilih mengalah dan meminta maaf.
            Perdebatan mulai memuncak pada saat classmeeting. Acara yang bertujuan menyatukan kelas kami malah membuat kami semakin tidak akur. Hal ini karena anak putri menunjuk Lana supaya mengikuti kegiatan desai grafis. Namun Alif menolaknya. Tetapi mereka tetap berusaha membujiknya. Tapi bukannya Alif terbujuk, tetapi Alif semakin marah dan melampiaskannya dengan memukul papan tulis hingga retak.
            Kami mencoba menenangkan Alif dan membujuknya agar meminta maaf atas perbuatannya. Awalnya dia tak mau, tetapi lama kelamaan dia mau.
Suasana semakin mendingin. Dan kami mengusulkan agar mengakhiri perdebatan ini dengan berlibur ke pantai. Mereka setuju.
Di sana kami saling mengakui kesalahan masing-masing dan saling memaafkan. Akhirnya karena liburan ini kami menjadi akrab dan bersatu kembali.
SELESAI
*****

0 komentar:

Posting Komentar